Senin, 04 April 2016

Time Error (3) : Back


Rain yang melihat Veno tampak penasaran. Veno membuka lebar-lebar pintu, dan Rain melihat anak panti disana.


“Oh, Tuhan aku lupa. Eh kak Keke, kak Dina mana?”

“Dina udah berenti Rain sejak ibu meninggal.” Jawab wanita bernama Keke yang sepertinya merupakan pembimbing mereka.

“Ayo kak.” Rain berjalan kearah belakang rumahnya.

Veno berdiri di depan pintu dengan wajah yang linglung. Ditatapnya dalam rumah Quin, tiba-tiba seperti ada sekelebat bayangan hitam yang melintas di hadapannya. Segera Veno keluar dari rumah dan mengikuti rombongan anak panti dengan berlari.

Rain mengantarkan setiap anak panti kekamarnya, ada rasa lega di hatinya. Setidaknya mereka aman itu yang ada di pikiran Rain.

Tanpa mereka sadari ada seseorang yang mengawasi mereka dengan pakaian serba hitam, kepalanya tertutupi oleh sebuah tutup kepala, entahlah dia laki-laki atau perempuan, tangannya memegang sebuah gulungan benang yang tebal.

Rain merasa begitu lega ketika bisa mengantarkan anak panti dirumah baru mereka, dulu mereka adalah saudara-saudara Rain. Sebelum Rain di adopsi oleh keluarga Bardi. Kejadian itu tepat 4 tahun yang lalu. Rain masih mengingat wajah ketidakrelaan ibu panti saat dirinya berjalan meninggalkan panti.

“Rain?” terdengar kak Keke memanggil Rain.

“Iya kak?” Rain menoleh kearah anak ibu panti tersebut.

“Kamu tahu? Semua yang terjadi begitu misterius.”

“Tentang Dira?” Rain bertanya sambil menatap nanar kejauhan.

“Ya,Dira adalah orang yang tidur di kamar ujung, jadi otomatis kamarnyalah yang terakhir  diperiksa ibu sebelum ibu meninggal. Apa Rain enggak ngerasain kejanggalan?”

“Entahlah, Rain bingung kak.”

“Menurut kakak, ibu dibunuh Rain.”
Rain menoleh dengan cepat kearah kak Keke, seakan-akan meminta penjelasan detail.

“Ibu selalu menaruh segelas air di kamarnya sebelum tidur, namun saat kakak masuk ke kamar ibu diwaktu yang naas itu, tidak ada segelas air di meja kamar ibu.” Kak Keke tampak begitu sedih.

“Kak Ke? Siapa pembunuhnya?” Rain menatap mata Kak Keke.

“Kakak enggak tahu dek.”

“Adik? Kita saudara?”

“Rain, kita yang dipanti itu semua bersaudara.”

Rain menyadari sesuatu, dimana Veno? Mata Rain dengan liar dan cepat menyapu halaman belakangnya. Namun tidak ada Veno disana, kemana dia? Tiba-tiba sebuah tangan menepuk pundak Rain.

“Hai.”

“Astaga Veno, darimana aja kamu?” Rain bertanya sambil mengelus dadanya.

“Aku tadi main sama anak panti.” Veno menjawab enteng.

“Huft, oke. Kita lanjut belajar?” rain bertanya pelan.

“kayanya nggak deh. Aku mau pulang aja Rain lagian mendung banget sore ini, takutnya hujan.” Veno menjawab cepat, seperti ada yang dihindarinya.

Sepeninggal Veno, Rain masuk kekamarnya dan melihat sebuah jam teletak dimeja belajarnya. Astaga, Rain menyadari itu adalah jam tangannya, tidak biasanya Rain melepas jam tangannya.

Pagi hari kondisi sekolah begitu sepi saat Rain memasuki kelasnya, hanya ada Sandi disana, Sandi si anak baru. Rain memilih duduk didepan Sandi. Mungkin saja Rain bisa tenang dari kesunyian kelas ini, itulah yang dipikirkannya.

“Hai.” Rain menyapa Sandi.

“Oh, ya Hai?” sandi terlihat gugup.

Rain sibuk dengan pemikirannya, pemikiran bodoh yang melintasi pikirannya. Ingin rasanya Rain berteriak hari ini mengeluarkan keluh kesahnya.

“Hai, Rain.” Terlihat Veno memasuki kelas.

“Hai, Veno.” Jawab Rain pelan.

“Rain, aku mau ngomogin sesuatu sama kamu.”

“Apa?”

“Nanti aja waktu pergantian hari.”

“Maksud?” rain menatap dengan bingung.

“Jam 00.00.”

Rain merasa sedikit bingung. Apakah Veno termasuk orang sperti dirinya? Menyukai time error yang terjadi stiap hari?

“Aku bakal jemput kamu jam 11 malam ya, ntar kita main kebukit didepan rumah kamu.”

“Okay, siapa takut?” Rain menjawab cepat.

Waktu yang ditunggu tiba, saat Veno tampak didepan rumah Rain. Rain biasa menghabiskan malamnya di daerah bukit didepan rumahnya, tentu saja orangtuanya tidak akan melarangnya malam ini.

“Ma, Rain pergi dulu ya sama Veno.” Rain pamit kepada ibunya.

Ibu Rain tampak menatap dalam-dalam wajah Veno, seakan-akan memastikan Veno adalah manusia.
Sepanjang perjalanan kebukit Rain dan Veno bercengkerama, mereka kebukit dengan jalan kaki. Sampai dibukit Rain menatap wajah Veno, matanya seakan-akan bertanya.

“Oke, Rain. Disini dibawah sinar bulan ini, aku mau ngomong sama kamu. Mungkin ini bukan hal yang penting. Tapi jujur aku suka sama kamu.”

Rain menatap lekat-lekat wajah Veno ketika Veno sampai di kata terakhirnya.

“Awalnya aku nggak niat mau ngomong ini, tapi aku enggak mau  kamu pergi atau malah dengan orang lain nantinya.”

“Oh ya? Aku rasa kita temanan aja Ven, bukan enggak nerima. Tapi gini seandainya saat ini kita lebih dari teman mungkinkah ini menjadi kisah terakhir kita? Enggak kan? Jadi tunggu aku 5 tahun lagi Ven.”

“Aikh, yaudahlah. Aku janji bakalan nunggu kamu Rain.”

Mereka pulang setelah merasakan time error diluar, tepatnya diatas bukit.

Pagi itu kelas Rain digegerkan dengan kabar duka, Veno meninggal. Meninggal dengan kondisi mengenaskan. Lehernya seperti tercekik. Beberapa polisi datang ke sekolah Rain guna mencari informasi.

Lutut Rain terasa lemas, berjalanpun sepertinya tidak sanggup saat tahu bahwa Veno telah tiada. Tangisnya pecah.

“Rain, yang sabar yaa.” Terdengar suara Ardi.

Ardi tahu,tahu bahwa Veno dan Rain begitu dekat bahkan bau-bau baper mulai terasa di penciuman Ardi.

“Rain.” Suara Sandi terdengar begitu lembut.

“Kamu ingin tahu siapa yang ada dibalik ini semua?” lanjut Sandi.

“Siapa?” Rain bertanya dengan cepat.

“Ikut aku.”

Rain mengikuti langkah Sandi melewati koridor sekolah. Jalan yang sama saat Rain bertemu dengan Sandi.

Mereka berhenti di lorong yang terasa janggal bagi Rain, sebuah lorong yang mengarah ketaman.

“Aku akan mengembalikanmu.”

“Hah? Apa yang kamu tahu tentang ku?” Rain bertanya heran.

“kamu tahu siapa pembunuh Dira? Pembunuh Veno? Pembunuh Ibu panti? Kamu tahu?”
Rain menggeleng pelan.

“Dia ibumu, orang yang kamu sebut mama.”

“Sandi, kamu tidak tahu apa-apa tentangku.” Rain tersenyum sinis.

“Aku tahu, dirimu diadopsi tanggal 27 Februari 4 tahun yang lalu. Kamu tahu? Aku adalah Daniel temanmu semasa di panti. Aku kesini, untuk membawamu kembali. Aku tidak ingin dirimu hidup dengan seorang pembunuh.” Sandi tersenyum kecut.

“Kenapa? Kenapa mama bunuh mereka?”

“sebenarnya dirimu adalah anak kandung ibu Panti, ibu panti memintamu kembali kepada ibumu, ibu panti bukan jahat, hanya saja saat itu ibu panti memikirkan kelangsungan panti. Lalu? Ibumu tidak rela semuanya terjadi, dia membunuh Ibu panti, namun Dira dia tahu semuanya. Dan Veno? Veno melihat ibumu dirumahmu waktu itu, dan Veno tahu siapa ibumu.”

“Satu hal Rain, aku tahu kamu sayang Veno, jika kita melanjutkan hidup dalam balutan waktu ini, kamu tidak akan bertemu Veno. Karena Veno sudah mati. Karena itu mari kita mulai dari awal semuanya dan belajar dari kejadian diwaktu ini.” lanjut Sandi.

“Rain bingung Sand.” Rain begitu linglung

“Berikan jam tanganmu.”

Rain mengangguk dan memberikan jam tangannya. Rain tidak pernah tahu, sebenarnya jam itu telah diganti oleh Sandi yang bekerja sama dengan Veno saat dirumah Rain.

“Mari pulang Rain.” Sandi memberikan tangannya.

Rain menatap kebelakang. Menatap anak-anak kelas yang sibuk dengan cerita mereka. Satu hal yang ada dipikiran Rain, saat ini dia berada dalam pilihan dan Rain memilih untuk mengulang semuanya demi orang yang disayangnya. Veno.

Rain menyambut tangan Sandi, tiba-tiba Rain merasakan cahaya yang begitu terang.
“Rain.” Rain mendengar suara ibu panti.

Rain melihat sekelilingnya kondisinya tepat seperti saat dia akan diadopsi. Tubuhnya berubah, dirinya begitu terasa kecil.

Rain berlari kearah Ibu panti,mata Rain menatap tajam kearah suami istri yang ada di hadapannya. Itu Pak Bardi dan istrinya, Rain berlari menjauhi mereka, berlari kekamarnya. Tubuhnya berpapasan dengan Daniel. Terlihat Daniel tersenyum begitu penuh arti.

Terkadang sesuatu perlu diulang, bukan karena ending yang mungkin akan salah. Tapi ada kesalahan disana yang harus di perbaiki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar