Minggu, 24 April 2016

Can We? (Chapter 4)



Malam yang begitu menenangkan. Ully menatap setiap lembaran buku matematikanya. Sesekali tangannya memainkan angka di kalkulatornya. Ully menutup buku matematika paket yang sedang dibacanya, matanya menatap sisi sampul buku. Terlihat sebuah nama disana ‘Viko Kusuma’, wajah Ully tampak tersenyum. Ah, dirinya begitu mengingat saat Viko mengantarkan buku ini satu minggu yang lalu.

Namun bayangan Viko menghilang, terganti dengan Jordi. Entahlah Ully begitu percaya jika Jordi adalah orang yang dimaksud oleh Viko. Dirinya berjanji akan berusaha terbiasa dengan Jordi, berusaha selalu ada untuk Jordi.

Viko mengangkat tangannya, melihat jam tangan yang melingkar di tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul 8. 

Viko melihat kearah Freya yang sibuk dengan ponselnya. Wajahnya terlihat semakin manis dengan adanya cahaya dari ponsel. Viko mengalihkan pandangannya kedepan,sejauh matanya memandang hanya ada kegelapan, hanya ada awan hitam.

“Chat sama siapa Frey?”

“Ada.”

“Ceritalah.”

“Kamu dulu ceritain tentang Ully.”

“Kita lucu ya.” Viko tertawa pelan.

“Ya, aku juga rasa gitu, kita itu enggak kaya mantan.”

“Kamu itu sahabat aku, kamu wanita satu-satunya yang fotonya terpajang dikamarku.”

“And you too Vik.”

“Pulang?”

“Boleh.”

Mereka berjalan menyusuri jalan sempit, dan berhenti di sebuah parkiran sepeda. Tidak ada kata yang terucap dari bibir mereka, hanya saja hati Viko dan Freya saling bicara. Berbicara bahwa mereka pernah berada ditempat ini, dengan catatan sebagai pacar.

“Viko, kamu kenal dekat sama Jordi?” Ully bertanya disebuah sore yang tenang.

“Lumayan, dia teman SMP aku.”

“Akhir-akhir ini dia sedikit beda sama aku.” Ully mengedarkan pandangannya hamparan hijau taman yang mereka duduki sekarang.

“Tidak semua orang yang berbeda, mempunyai makna seperti itu Ully.”

Ully menatap aneh Viko, matanya menerawang jauh kedalam wajah Viko. Seakan-akan mencoba menyelami perasaan Viko.

“Ully, bisakah kita? Bisakah kita tetap seperti ini? tetap menjadi teman? Bisakah kita?”

“Kita pasti bisa Viko, kenapa bertanya begitu?”

“Tidak apa.”

Ully menatap dalam-dalam wajah Viko, Ully merasa sedikit asing dengan Viko yang sekarang, semua berbeda. 

Mengapa Viko berubah??

Diujung jalan tampak Freya sedang bermain sepeda, bukan sendirian, tapi dengan seorang laki-laki. Mereka tampak begitu akrab, seakan-akan sudah ada kedekatan diantara mereka sebelumnya.

“Aku pulang dulu ya Frey, hati-hati kamunya.”

“Oke, bye.” Freya melambaikan tangannya saat laki-laki itu pergi.

Freya menatap kejauhan, matanya seakan-akan ada sebuah kekuatan. Entah mengapa dirinya merasa telah bisa pergi dari Viko, mungkin memang banyak cerita yang sudah diciptakan bersama Viko, tapi ada cerita baru yang belum diketahui endingnya didepan sana.
Ully membolak-balik buku Viko yang tergeletak di meja belajarnya. Tiba-tiba sebuah foto terjatuh dari dalam buku. Sebuah foto kecil, Ully mengambil dengan cepat foto yang terjatuh tepat dibawah kakinya tersebut.
Mata Ully menatap dalam-dalam orang yang ada difoto kecil itu, satu wajah telah di ketahui Ully yaitu wajah Viko, sementara wajah seorang wanita yang ada disebelahnya benar-benar tidak dapat dikenali oleh Ully.

Ully sedikit terenyuh, hatinya sedikit sakit melihat yang ada dihadapannya. Viko mungkin tidak pernah tahu, tapi jujur Ully merasa nyaman berada di dekapan Viko, merasa tenang saat Viko menatap wajahnya.

Satu kenangan yang tidak bisa Ully lupakan. Saat itu hujan, hujan yang sangat deras. Jalanan kompleks terlihat licin, diantara deburan air hujan, diantara jalanan licin yang sepi. Terlihat dua anak manusia, dengan sebuah sepeda. Viko yang membawa sepeda saat itu, sementara Ully berada di boncengan Viko. Jalanan yang begitu licin membuat sesekali sepeda harus terlempar. Mungkin berkali-kali mereka selamat, namun sebuah lemparan keras membuat Ully terlempar dan terduduk disisi jalan.

Ully mengingat dengan jelas saat Viko meminta maaf, saat Viko menanyakan apakah dirinya baik-baik saja?

“Ully, kamu nggak papa?”

“nggak papa Viko, ini lucu tahu.” Ully tertawa kecil saat itu.

“Viko? Bisakah kita seperti ini lagi? Suatu saat nanti?” Ully berteriak kecil saat Viko duduk disampingnya.

“Bisa, aku janji. Aku bakalan ada didekat kamu, jagain kamu.” Viko menatap kearah wajah Ully yang penuh dengan air hujan.

Dibawah guyuran hujan memang tidak ada rasa apapun kecuali rasa dingin, Ully memang baik-baik saja saat itu, tapi Ully tidak sadar ada sebuah luka ditangannya.

Ully menatap langit-langit rumahnya. Aku janji,aku bakalan jagain kamu….. kalimat itu terngiang. Kalimat yang berbanding terbalik dengan sekarang. Ully tahu saat ini dirinya benar-benar tidak lagi berharga untuk Viko. Saat ini Viko hanya peduli dengan Freya… Freya…dan Freya. Anak baru yang langsung akrab dengan Viko.

“Tenang Ully, masih ada Jordi.” Ully mengelus pelan dadanya berkali-kali.

“Besok sore kita berenang ya anak-anak di tempat biasa.” Suara pak Sardi menggelegar di seluruh ruangan kelas.

“Bareng kelas mana aja pak?” Lili menyela.

“Liat aja besok. Bapak permisi dulu.”

Seketika kelas yang tadinya sunyi berubah menjadi ramai, ramai dan ramai. banyak suara berteriak-teriak, bukan tanpa alasan. Sebentar lagi ulangan, beberapa anak sibuk dengan kertas kecil yangdiselipkan ditempat tertentu, ada yang sibuk berteriak meminta janji kepada teman yang lain untuk memberi jawaban nantinya.

Diantara teriakan itu tampak wajah sayu Ully, tangannya memegang buku matematika di tangannya. Kakinya melangkah perlahan, mendekati Viko yang sepertinya tidak terganggu akan ulangan yang sebentar lagi dimulai dan tetap sibuk dengan laptopnya.

“Viko.”

“Lagi ada proyek ya?”

Viko menatap dingin kearah Ully, tatapan yang benar-benar dingin kemudian menutup laptopnya saat Ully melirik apa yang sedang dikerjakannya.

Ully menatap sayu kearah Viko, hatinya bertanya apa yang salah? Apa yang membuat Viko berubah. Apa? Dirinya berdiri mematung disamping Viko yang sepertinya benar-benar tidak memperdulikannya. Ully memberikan buku yang ada ditangannya, dan meninggalkan Viko disana.
Viko menatap sinis kearah Ully, benar-benar sinis.

“Hai.” Sebuah sapaan mengejutkan Ully yang sedang duduk di pinggir kolam.

“Oh hai.” Ully sedikit tergagap saat melihat Freya duduk disampingnya.

Mereka berdua berdiam diri disana, tenggelam dalam goncangan air yang biru. Membiarkan pikiran mereka saling menyapa. Sesekali Ullly menatap kearah kakinya yang berada didalam air, memainkan sedikit kakinya, dan memulai imajinasinya.

“Freya.”

Ully dan Freya sontak menatap kearah arah suara yang tidak asing lagi bagi mereka berdua.

“Jordi?” mereka bergumam hampir bersamaan.

Jordi berjalan kearah Freya, mencubit pelan pipi Freya dan memainkan rambut Freya. Sementara Ully, dia melihat dari kejauhan memandang kedekatan dua menusia yang kini ada di hadapannya.
Jordi?

Bukankah Viko mengatakan bahwa Jordi menyukainya? Apa? Apa yang Viko lakukan? Membohongi Ully? 

Membiarkan Ully tenggelam dalam segala kepercayaan dirinya?
Ahhh….. entahlah semua terkesan bodoh.

“Hei, Ully. Kamu dekat dengan Freya?”

“Ohh, aaa, iya eh enggak Cuma kenal aja.” Ully menjawab pertanyaan Jordi dengan tergagap.
Ully menatap kearah kejauhan, mencari seseorang. Tapi sampai kegiatan berakhir tidak ada Viko disana. Vikokemana? Apa Viko merasa bersalah telah membuatnya salah kira? Atau Viko ada di kejauhan menatap kearah wajah Ully saat ini dan tertawa dengan semua yang terjadi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar