Malam yang
begitu menenangkan. Ully menatap setiap lembaran buku matematikanya. Sesekali
tangannya memainkan angka di kalkulatornya. Ully menutup buku matematika paket
yang sedang dibacanya, matanya menatap sisi sampul buku. Terlihat sebuah nama
disana ‘Viko Kusuma’, wajah Ully tampak tersenyum. Ah, dirinya begitu mengingat
saat Viko mengantarkan buku ini satu minggu yang lalu.
Namun
bayangan Viko menghilang, terganti dengan Jordi. Entahlah Ully begitu percaya
jika Jordi adalah orang yang dimaksud oleh Viko. Dirinya berjanji akan berusaha
terbiasa dengan Jordi, berusaha selalu ada untuk Jordi.
Viko
mengangkat tangannya, melihat jam tangan yang melingkar di tangannya. Jam sudah
menunjukkan pukul 8.
Viko melihat kearah Freya yang sibuk dengan ponselnya.
Wajahnya terlihat semakin manis dengan adanya cahaya dari ponsel. Viko
mengalihkan pandangannya kedepan,sejauh matanya memandang hanya ada kegelapan,
hanya ada awan hitam.
“Chat sama
siapa Frey?”
“Ada.”
“Ceritalah.”
“Kamu dulu
ceritain tentang Ully.”
“Kita lucu
ya.” Viko tertawa pelan.
“Ya, aku juga
rasa gitu, kita itu enggak kaya mantan.”
“Kamu itu
sahabat aku, kamu wanita satu-satunya yang fotonya terpajang dikamarku.”
“And you too
Vik.”
“Pulang?”
“Boleh.”
Mereka
berjalan menyusuri jalan sempit, dan berhenti di sebuah parkiran sepeda. Tidak
ada kata yang terucap dari bibir mereka, hanya saja hati Viko dan Freya saling
bicara. Berbicara bahwa mereka pernah berada ditempat ini, dengan catatan
sebagai pacar.
“Viko, kamu
kenal dekat sama Jordi?” Ully bertanya disebuah sore yang tenang.
“Lumayan, dia
teman SMP aku.”
“Akhir-akhir
ini dia sedikit beda sama aku.” Ully mengedarkan pandangannya hamparan hijau
taman yang mereka duduki sekarang.
“Tidak semua
orang yang berbeda, mempunyai makna seperti itu Ully.”
Ully menatap
aneh Viko, matanya menerawang jauh kedalam wajah Viko. Seakan-akan mencoba
menyelami perasaan Viko.
“Ully,
bisakah kita? Bisakah kita tetap seperti ini? tetap menjadi teman? Bisakah
kita?”
“Kita pasti
bisa Viko, kenapa bertanya begitu?”
“Tidak apa.”
Ully menatap
dalam-dalam wajah Viko, Ully merasa sedikit asing dengan Viko yang sekarang,
semua berbeda.
Mengapa Viko berubah??
Diujung jalan
tampak Freya sedang bermain sepeda, bukan sendirian, tapi dengan seorang
laki-laki. Mereka tampak begitu akrab, seakan-akan sudah ada kedekatan diantara
mereka sebelumnya.
“Aku pulang
dulu ya Frey, hati-hati kamunya.”
“Oke, bye.”
Freya melambaikan tangannya saat laki-laki itu pergi.
Freya menatap
kejauhan, matanya seakan-akan ada sebuah kekuatan. Entah mengapa dirinya merasa
telah bisa pergi dari Viko, mungkin memang banyak cerita yang sudah diciptakan
bersama Viko, tapi ada cerita baru yang belum diketahui endingnya didepan sana.
Ully
membolak-balik buku Viko yang tergeletak di meja belajarnya. Tiba-tiba sebuah foto
terjatuh dari dalam buku. Sebuah foto kecil, Ully mengambil dengan cepat foto
yang terjatuh tepat dibawah kakinya tersebut.
Mata Ully
menatap dalam-dalam orang yang ada difoto kecil itu, satu wajah telah di
ketahui Ully yaitu wajah Viko, sementara wajah seorang wanita yang ada
disebelahnya benar-benar tidak dapat dikenali oleh Ully.
Ully sedikit
terenyuh, hatinya sedikit sakit melihat yang ada dihadapannya. Viko mungkin
tidak pernah tahu, tapi jujur Ully merasa nyaman berada di dekapan Viko, merasa
tenang saat Viko menatap wajahnya.
Satu kenangan
yang tidak bisa Ully lupakan. Saat itu hujan, hujan yang sangat deras. Jalanan
kompleks terlihat licin, diantara deburan air hujan, diantara jalanan licin
yang sepi. Terlihat dua anak manusia, dengan sebuah sepeda. Viko yang membawa
sepeda saat itu, sementara Ully berada di boncengan Viko. Jalanan yang begitu
licin membuat sesekali sepeda harus terlempar. Mungkin berkali-kali mereka
selamat, namun sebuah lemparan keras membuat Ully terlempar dan terduduk disisi
jalan.
Ully
mengingat dengan jelas saat Viko meminta maaf, saat Viko menanyakan apakah
dirinya baik-baik saja?
“Ully, kamu
nggak papa?”
“nggak papa Viko,
ini lucu tahu.” Ully tertawa kecil saat itu.
“Viko?
Bisakah kita seperti ini lagi? Suatu saat nanti?” Ully berteriak kecil saat
Viko duduk disampingnya.
“Bisa, aku
janji. Aku bakalan ada didekat kamu, jagain kamu.” Viko menatap kearah wajah
Ully yang penuh dengan air hujan.
Dibawah
guyuran hujan memang tidak ada rasa apapun kecuali rasa dingin, Ully memang
baik-baik saja saat itu, tapi Ully tidak sadar ada sebuah luka ditangannya.
Ully menatap
langit-langit rumahnya. Aku janji,aku bakalan jagain kamu….. kalimat itu
terngiang. Kalimat yang berbanding terbalik dengan sekarang. Ully tahu saat ini
dirinya benar-benar tidak lagi berharga untuk Viko. Saat ini Viko hanya peduli
dengan Freya… Freya…dan Freya. Anak baru yang langsung akrab dengan Viko.
“Tenang Ully,
masih ada Jordi.” Ully mengelus pelan dadanya berkali-kali.
“Besok sore
kita berenang ya anak-anak di tempat biasa.” Suara pak Sardi menggelegar di
seluruh ruangan kelas.
“Bareng kelas
mana aja pak?” Lili menyela.
“Liat aja
besok. Bapak permisi dulu.”
Seketika
kelas yang tadinya sunyi berubah menjadi ramai, ramai dan ramai. banyak suara
berteriak-teriak, bukan tanpa alasan. Sebentar lagi ulangan, beberapa anak
sibuk dengan kertas kecil yangdiselipkan ditempat tertentu, ada yang sibuk
berteriak meminta janji kepada teman yang lain untuk memberi jawaban nantinya.
Diantara
teriakan itu tampak wajah sayu Ully, tangannya memegang buku matematika di
tangannya. Kakinya melangkah perlahan, mendekati Viko yang sepertinya tidak
terganggu akan ulangan yang sebentar lagi dimulai dan tetap sibuk dengan
laptopnya.
“Viko.”
“Lagi ada
proyek ya?”
Viko menatap
dingin kearah Ully, tatapan yang benar-benar dingin kemudian menutup laptopnya
saat Ully melirik apa yang sedang dikerjakannya.
Ully menatap
sayu kearah Viko, hatinya bertanya apa yang salah? Apa yang membuat Viko
berubah. Apa? Dirinya berdiri mematung disamping Viko yang sepertinya
benar-benar tidak memperdulikannya. Ully memberikan buku yang ada ditangannya,
dan meninggalkan Viko disana.
Viko menatap
sinis kearah Ully, benar-benar sinis.
“Hai.” Sebuah
sapaan mengejutkan Ully yang sedang duduk di pinggir kolam.
“Oh hai.”
Ully sedikit tergagap saat melihat Freya duduk disampingnya.
Mereka berdua
berdiam diri disana, tenggelam dalam goncangan air yang biru. Membiarkan
pikiran mereka saling menyapa. Sesekali Ullly menatap kearah kakinya yang
berada didalam air, memainkan sedikit kakinya, dan memulai imajinasinya.
“Freya.”
Ully dan
Freya sontak menatap kearah arah suara yang tidak asing lagi bagi mereka
berdua.
“Jordi?”
mereka bergumam hampir bersamaan.
Jordi
berjalan kearah Freya, mencubit pelan pipi Freya dan memainkan rambut Freya.
Sementara Ully, dia melihat dari kejauhan memandang kedekatan dua menusia yang
kini ada di hadapannya.
Jordi?
Bukankah Viko
mengatakan bahwa Jordi menyukainya? Apa? Apa yang Viko lakukan? Membohongi
Ully?
Membiarkan Ully tenggelam dalam segala kepercayaan dirinya?
Ahhh…..
entahlah semua terkesan bodoh.
“Hei, Ully.
Kamu dekat dengan Freya?”
“Ohh, aaa,
iya eh enggak Cuma kenal aja.” Ully menjawab pertanyaan Jordi dengan tergagap.
Ully menatap
kearah kejauhan, mencari seseorang. Tapi sampai kegiatan berakhir tidak ada
Viko disana. Vikokemana? Apa Viko merasa bersalah telah membuatnya salah kira?
Atau Viko ada di kejauhan menatap kearah wajah Ully saat ini dan tertawa dengan
semua yang terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar